Qardhul Hasan sebagai Solusi Masalah Sosial
Keadilan sosial adalah nilai dasar Islam yang mencegah seorang muslim berbuat kerusakan dan melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang lain. Konsep ini mendorong setiap muslim saling membantu satu sama lain, dan mempertanggungjawabkan setiap perbuatan yang dilakukannya. Kedua konsep ini, keadilan sosial dan persaudaraan, menganjurkan seorang muslim untuk peduli pada kebutuhan dasar orang lain (Satrio, 2015).
Salah satu bentuk akad yang terdapat dalam sistim ekonomi Islam adalah akad qardhul hasan. Pembiayaan qardul hasan adalah pembiayaan berupa pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa adanya persyaratan adanya tambahan atau biaya apapun. Peminjam berkewajiban mengembalikan dana atau barang yang dipinjam pada tempo yang telah disepakati, dengan nominal yang sama dengan pokok pinjaman. Misalnya, Rudi meminjam uang Rp1.000.000,00 kepada KJKS As-Salam dengan akad qardh al-hasan selama 10 bulan, maka pada saat jatuh tempo Rudi hanya perlu membayar sebanyak Rp1.000.000,00 tanpa ada penambahan.
Sumber dana dalam praktik qardul hasan pada umumnya berasal dari dana zakat, infak, shadaqah dan dana sosial lainnya (Istiawati, 2014). Tujuan utama dari qardhul hasan adalah untuk tolong-menolong. Khusus bagi masyarakat (nasabah) yang berada dalam kondisi yang mendesak. Pemberian qardhul hasan kepada peminjam bisa untuk kebutuhan konsumtif maupun produktif. Praktik pinjaman dalam bentuk akad qardhul hasan dapat menjadi alternatif pembiayaan investasi bagi UMKM, disebabkan bentuk akadnya termasuk kepada akad tathawwui; akad untuk saling bantu. Biasanya diprioritaskan bagi kaum dhu’afa penerima zakat, infak, sedekah yang memiliki keinginan untuk merintis usaha kecil-kecilan. Sehingga, akad qardhul hasan adalah murni sebagai upaya membantu masyarakat dalam mengatasi masalah sosial, pun juga sebagai motor penggerak program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Pada tataran teknis, pemberian bantuan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan tetap harus berpatokan kepada prinsip kehati-hatian. Hal ini merupakan amanat Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang berbunyi “Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian”. Prinsip kehati-hatian ini memiliki 5 prinsip utama yang diberi nama The 5 C Principles; character, capacity, condition of economy, dan collateral (Nugroho, 2020).
Berpatokan pada prinsip kehati-hatian tersebut, maka qardh secara khusus dapat dipahami sebagai pemberisn pinjaman harta kepada orang lain, dengan catatan harta yang dipinjamkan tersebut terukur dan dapat ditagih di kemudian hari. Perlu ditekankan kembali bahwa, qardhul hasan adalah produk pembiayaan pada lembaga keuangan syariah untuk semata-mata tujuan sosial, bukan provit oriented. Landasan hukum praktik qardhul hasan dapat ditemukan dalam al-Quran. Beberapa di antaranya terdapat dalam al-Baqarah ayat 245, al-Muzammil ayat 20, dan al-Hadid ayat 11.
Manfaat dari qardhul hasan dapat dirasakan jika masyarakat memahami hal-hal berikut ini (Puwadi, 2011):
- Memahami konsep qardhul hasan secara kontekstual dengan dimensi baru, bahwa qardhul hasan merupakan kekuatan yang berdampak aktual bagi kehidupan ekonomi ummat Islam.
- Mengembangkan organisasi dan manajemen Perbankan Syariah dan LKS non-bank secara profesional.
Dalam sebuah penelitian empiris pada Bank Syariah di Kota Mataram terkait qardhul hasan, ditemukan progres positif terhadap pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup mereka (Hemas, 2016). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa, kontribusi dari pembiayaan qardhul hasan meningkatkan pendapatan masyarakat rata-rata sebesar Rp400.000,00 atau sekitar 66% dari total sebelumnya. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan bersih para nasabah. Sebelumnya nasabah hanya memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp505.000,00. Setelah penerapan qardhul hasan penghasilan mereka naik menjadi rata-rata sebesar Rp775.000,00 per bulan.
Selain itu, manfaat pembiayaan ini bagi masyarakat miskin yang menjadi nasabah adalah membantu mereka untuk melepaskan diri dari garis kemiskinan. Menurut Bank Dunia masyarakat yang masuk dalam garis kemiskinan adalah masyarakat yang berpenghasilan sebesar Rp540.000,00 per orang per bulan. Naiknya pendapatan rata-rata nasabah setelah dipraktikkannya qardhul hasan, menjadikan total pendapatan mereka berada Rp235.000,00 atau 18% di atas ambang batas kemiskinan versi World Bank.
Post a Comment for " Qardhul Hasan sebagai Solusi Masalah Sosial"