Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Singkat Penemuan Hukum

penemuan hukum
Sejarah lahirnya penemuan hukum sejatinya tidak bisa dilepaskan dari perumusan code civil di Negara Perancis pada masa kekaisaran Napoleon Bonaparte. Sebagai ikhtiar kodifikasi hukum dalam sebuah peraturan perundang-undangan, belied yang bersumber dari hukum kebiasaan Perancis, Jerman dan Romawi. Usaha tersebut pada mulanya diyakini untuk menciptakan kepastian dan kesatuan hukum. Namun, menurut Bagir Manan, muatan undang-undang nasional Perancis memuat unsur politik yang bertujuan untuk mengerangkeng peran dan wewenang hakim yang memutus kasus atas dasar kemauannya sendiri.   

Ketika ada pasal yang bias atau kurang jelas maknanya, maka hakim tidak punya kewenangan untuk memberikan penafsiran. Lembaga parlemen memiliki posisi kuat sebagai juru tafsir untuk menghindari pengadilan mencampuri politik perundang-undangan. Untuk memudahkan hal tersebut, dibentuklah badan kasasi (tidak sama dengan fungsi Mahkamah Agung sekarang) yang membantu pembentuk  undang-undang  yang bertugas menafsirkan undang-undang.

Politik hukum Napoleon tak dimungkiri mampu mempengaruhi cara pandang terhadap undang-undang yang cenderung legalistik. Sehingga muncul adagium paham legisme bahwa di luar undang-undang tidak ada hukum dan hakim hanyalah cerobong undang-undang yang mengadili sengketa dengan kacamata kuda.

Perkembangan kebudayaan dan dinamika masyarakat yang semakin pesat membuat peraturan perundang-undangan tidak lagi memiliki legitimasi karena tercabut dari akar sosial. Sehingga lahirlah aliran Freie Rechtslehre atau hukum bebas yang berpusat di Jerman Barat sebagai counter atas paham positivisme. Ajaran hukum bebas menyatakan bahwa hukum tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang dibentuk oleh nilai agama maupun adat istiadat setempat.

Penemuan hukum (rechtvinding) lahir sebagai jalan tengah untuk menjembatani dua kutub, yakni paham legisme yang mengunggulkan kepastian hukum dari sebuah undang-undang dengan ajaran hukum bebas yang menekankan nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Bagir Manan berpendapat Penemuan hukum bisa dilakukan ketika hukumnya tidak jelas atau bertentangan dengan aturan lainnya atau terjadi lompatan undang-undang yang terlampau jauh sehingga hukum tidak aplikatif. Penemuan hukum memiliki peran vital dalam khazanah penegakan hukum untuk terciptanya suatu keadilan, ketertiban hukum serta aktualitas, tanpa menegasikan keyakinan hidup dalam masyarakat.

Jadi secara historis, penemuan hukum lahir dari proses pergulatan dua paham besar yang saling tarik-menarik antara kepentingan kepastian hukum menurut undang-undang dan keadilan sesuai denyut nadi kehidupan masyarakat.

Di Indonesia, penemuan hukum memiliki kecenderungan pola seperti negera-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental. Namun dalam perkembangan sejarah penemuan hukum, posisi hakim bukan lagi heteronom dalam pengertian tidak menjalankan peran secara mandiri. Hakim dapat melakukan penemuan hukum secara otonom dengan memberi bentuk pada isi undang-undang sesuai kebutuhan hukum.

#Majalah Digital Peradilan Agama Edisi II

Post a Comment for "Sejarah Singkat Penemuan Hukum"